Sabtu, 30 Mei 2009

asuransi

PERBANDINGAN ASURANSI KERUGIAN SYARI’AH DAN ASURANSI KERUGIAN KONVENSIONAL

Dewasa ini banyak terjadi kecelakaan dan berbagai bencana yang tak terduga datangnya, akibatnya harta benda yang kita miliki menjadi rusak bahkan hilang. Did sisi lain, laju pembangunan yang terus meningkat, namun mengandung resiko kerugian financial ataupun gagalnya proyek pembangunan mengharuskan pemegang proyek untuk bisa meminimalisir terjadinya kerugian akibat ketidakpastian yang akan terjadi, salah satunya adalah dengan mengasuransikannya ke perusahaan asuransi baik yang konvensional ataupun asuransi syari’ah.
Diperlukan suatu kecermatan dalam memilih perusahaan asuransi agar pertanggungan itu tidak merugikan diri sendiri. Oleh sebab itu penulis akan menjelaskan tentang perbedaan antara asuransi kerugian konvensional dengan asuransi kerugian syari’ah antara lain: terkait pengertian diantara keduanya, pengelolaan dana, pembagian keuntungan, sumber pembayaran klaim, investasi, jaminan atau risk serta contoh .
Asuransi kerugian merupakan suatu pertanggungan terhadap suatu kerugian yang diderita tertanggung akibat kerusakan, kehilangan keuntungan yang diharapkan dan tanggung jawab hokum dari pihak ketiga atas kejadian yang tak pasti. Sedangkan asuransi kerugian syari’ah merupakan suatu usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah pihak melalui investasi dalam bentuk asset-aset dan atau tabarru’ yang nenberi pola pengembalian untuk menghadapi resiko terjadinya suatu kerugian melalui suatu akad.
Ada bermacam-macam bentuk asuransi kerugian baik konvensional ataupun syari’ah yang masih dapat direkayasa bentuknya sesuai dengan kebutuhannya, antara lain: asuransi kendaraan bermotor, asuransi kebakaran, asuransi kecelakaan, asuransi haji, asuransi keluarga, asuransi anak sekolah, asuransi perjalanan dll.
Perbedaan paling mencolok terdapat antara asuransi kerugian syariah dan asuransi kerugian konvensional terletak pada mekanisme pengelolaan dana dengan adanya unsur tabarru’( hibah ) dan mudzarabah pada asuransi syari’ah dan adanya bunga pada asuransi konvensional.
Karena jangka waktu pertanggungan untuk produk-produk asuransi kerugian (misalnya asuransi kebakaran, kendaraan bermotor, kecelakaan diri, dan lain-lain) biasanya berlaku untuk periode satu tahun maka produk ini tidak mengandung unsur tabungan (non saving) sehingga seluruh premi yang terkumpul akan dimasukkan ke dalam satu pool/fund untuk kemudian dikelola oleh perusahaan berdasarkan prinsip-prinsip syariah seperti diinvestasikan pada bank syari’ah. Dari total dana ditambah hasil investasi dan dikurangi beban-beban asuransi (komisi agen, premi reasuransi, klaim, dan lain-lain), apabila kemudian terdapat surplus maka surplus tersebut akan dibagihasilkan antara peserta dan perusahaan dengan nisbah yang sudah ditentukan di awal perjanjian (mudzarabah). Pada asuransi kerugian konvensional dana yang terkumpul dijadikan satu lalu diinvestasikan dalam bentuk seperti, deposito berjangka, investasi dalam pasar modal, surat-surat berharga, obligasi dan sebagainya yang keuntungannya akan menjadi milik perusahaan dan para pemegang saham.
Dana yang sudah masuk dalam perusahaaan asuransi kerugian konvensional seutuhnya akan menjadi milik peruasahaan dan peserta tidak adapt mengambil kembali dana tersebut kecuali dangan meminjamnya dan nantinya akan dikenai bunga pinjaman. Sedangakan pada asuransi kerugian syari’ah peserta dapat “meminjam” atau dengan kata lain mengambil sementara dana yang sudah disetorkan sehingga tidak akan ada bunga dalam pengembaliannya
Jika terdapat kesulitan dalam pembayaran premi, dalam asuransi kerugian konvensional akan terjadi dana hangus. Namun tidak pada asuransi syari’ah, masih akan ada dana yang dikembalikan yang merupakan tabungan peserta sedangkan dana tabarru’ akan menjadi milik perusahaan yang nantinya akan digunakan untuk pembayaran klaim.
Dalam pembayaran klaim, asuransi kerugian konvensional mengambil dari rekening perusahaan atau dana yang terkumpul dari iuran peserta. Sedangkan pada asuransi kerugian syari’ah diambil dari dana tabarru’.
Dalam praktek asuransi kerugian syariah, pengembalian sebagian premi ke nasabah dalam bentuk surplus sharing sekilas mirip dengan mekanisme dalam asuransi konvensional yang dikenal dengan istilah “No Claim Discount (NCD)”. Sebagai contoh, seorang pemegang polis asuransi kendaraan di sebuah perusahaan asuransi konvensional akan mendapatkan discount pada saat polis tersebut kembali diperpanjang di tahun berikutnya (dengan syarat selama masa pertanggungan tidak mengajukan klaim). Dari kacamata asuransi syariah, mekanisme discount seperti ini tentu saja berbeda dengan mudharabah karena NCD hanya diberlakukan apabila si pemegang polis hendak memperpanjang polisnya. Dalam asuransi syariah, hak mudharabah tetap dibayarkan kepada peserta meskipun ia tidak memperpanjang polis. Dengan demikian, NCD dan bagi hasil bisa diterapkan sekaligus di asuransi syariah, namun tidak bagi asuransi konvensional.
Jaminan yang diberikan perusahaan asuransi kerugian konvensional semuanya merupakan tanggung jawab penanggung (perusahaan) sehingga peserta mendapat jaminan sepenuhnya atas kerugian yang kemungkinan terjadi, sedangkan dalam asuransi kerugian syari’ah, kerugian yang terjadi merupakan tannggug jawab peserta asuransi dan perusahaan.

Selasa, 19 Mei 2009

DAS SEIN, DAS SOLLEN

DAS SEIN, DAS SOLLEN




DAS SEIN merupakan sesuatu yang terjadi apa adanya berdasarkan fakta (apa yang terlihat dalam masyarakat/ kasus yang terjadi)

DAS SOLLEN dapat dikatakan sebagai sesuatu yang seharunya dilakukan agar tercipta tujuan dari hukum

sosial engenering by law atau rekayasa sosial oleh hukum




misalnya;

das sein; suatu pembunuhan yang dilakukan seseorang dengan direncanakan akibat sakit hati

das solllen; seharusnya pembunuhan itu tidak dilakukan karena setiap orang memilki hak untuk hidup, persoalan yang menjadi penyebab terbunuhnya si korban seharusnya dapat dibicarakan secara kekeluargaan.

hukum; akibat perbuatan tersebut, tersangka terjerat pasal 340 KUHP tentang penbunuhan berencana

UU tersebut berupaya merekayasa anggota hukum agar patuh pada hukum yang telah dibuat,,agar membuat tersangka itu jera namun apakah setelah keluar dari penhara tersangka itu mau berubah atau kembali berbuat kejahatan. disinilah terdapat ketegangan sosial, meskipun sudah ada UU yang mengaturnya tapi masih tetap ada yang melanggar..