Jumat, 30 Juli 2010

PNBP 2

PNBP

Definisi Pasal 1 UU No. 20 Tahun 1997
Penerimaan Negara Bukan Pajak adalah seluruh penerimaan pemerintah pusat yang tidak berasal dari perpajakan.
Kelompok pnbp
a. Penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana Pemerintah a.l. penerimaan jasa giro dan penerimaan sisa anggaran tahun anggaran yang lalu;
b. Penerimaan dari pemanfaatan Sumber Daya Alam seperti penerimaan royalti dari sektor kehutanan, pertambangan dan perikanan.
c. Penerimaan dari hasil pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan berupa penerimaan dari dividen dan hasil penjualan saham Pemerintah.
d. Penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan Pemerintah seperti pemberian hak atas kekayaan intelektual, pemberian visa, paspor.
e. Penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal dari pengenaan denda administrasi seperti penerimaan lelang, barang rampasan dan denda.
f. Penerimaan lainnya yang diatur dalam Undang-undang tersendiri
Sifat pnbp:
a. Umum yaitu tidak berasal dari pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya, seperti hasil penjualan barang inventaris kantor, hasil penyewaan BMN, jasa giro, penerimaan kembali uang persekot gaji/tunjangan.
b. Fungsional yaitu penerimaan yang berasal dari hasil hasil pungutan kementerian negara/lembaga atas jasa yang diberikan sehubungan dengan tugas pokok dan fungsinya.
Macam dan ragamnya berbeda antara satu kementerian negara/lembaga dengan kementerian negara/lembaga lainnya, tergantung kepada jasa pelayanan yang diberikan oleh masing-masing kementerian negara/lembaga.

Tarif:
Pasal 3 UU Nomor 20 Tahun 1997
Tarif atas jenis PNBP ditetapkan dalam UU atau PP dengan memperhatikan dampak pengenaan terhadap masyarakat, biaya penyelenggaraan kegiatan pemerintah dan aspek keadilan dalam pengenaan beban kepada masyarakat.
Pasal 6 PP No. 22 tahun 1997
Jenis PNBP yang dilakukan oleh K/L yang belum tercakup dalam lampiran PP akan disusulkan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari lampiran PP ini dan pencantumannya dilakukan dengan PP tersendiri.

Sistem pemungutan
1. Ditetapkan oleh instansi pemerintah
PNBP menjadi terhutang sebelum wajib bayar menerima manfaat atas kegiatan pemerintah, seperti pemberian hak paten, pelayanan pendidikan, dll.
2. Dihitung sendiri oleh wajib bayar (self assessment).
PNBP menjadi terhutang setelah menerima manfaat, seperti pemanfaatan sumber daya alam, maka penentuan jumlah PNBP yang terhutang dapat dipercayakan kepada wajib bayar yang bersangkutan untuk menghitung sendiri dalam rangka membayar dan melaporkan.

PENYETORAN
Pasal 4 UU No. 20 Tahun 1997 Seluruh PNBP wajib disetor langsung secepatnya ke kas negara
Pasal 16 ayat 2 UU No. 1 Tahun 2004 Penerimaan harus disetor seluruhnya ke Kas Negara tepat pada waktunya
Pasal 9 Huruf d UU No. 17 Tahun 2003 Menteri/pimpinan lembaga sebagai Pengguna Anggaran/Pengguna Barang Kementerian Negara/Lembaga yang dipimpinnya, antara lain mempunyai tugas untuk melaksanakan pemungutan PNBP dan menyetorkannya ke Kas Negara

PENGELOLAAN
Pasal 5 UU No. 20 Tahun 1997 Seluruh PNBP dikelola dalam sistem APBN (on budget)
Pasal 16 ayat 3 UU No. 1 Tahun 2004 Penerimaan kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah tidak boleh digunakan langsung untuk membiayai pengeluaran.

PENGGUNAAN
Pasal 8 UU No. 20 Tahun 1997 Dengan tetap memenuhi ketentuan Pasal 4 dan Pasal 5, sebagian dana PNBP dapat digunakan untuk kegiatan tertentu yang berkaitan dengan jenis PNBP tersebut oleh instansi yang bersangkutan. Kegiatan tertentu meliputi :
1. Penelitian dan pengembangan teknologi
2. Pelayanan kesehatan
3. Pendidikan dan pelatihan
4. Penegakan hukum
5. Pelayanan yang melibatkan kekayaan intelektual tertentu
6. Pelestarian Sumber Daya Alam

Satker PNBP
Suatu instansi yang mempunyai PNBP fungsional dapat menggunakan sebagian PNBP tersebut untuk membiayai operasional Satker yaitu untuk kegiatan tertentu yang berkaitan dengan dengan jenis PNBP setelah mendapat izin dari Menteri Keuangan.
Penggunaan PNBP dilakukan secara selektif dan PNBPnya telah disetorkan ke kas negara serta pengalokasian dana telah tertuang di dalam DIPA.

RENCANA PNBP
Pasal 7 ayat (1) UU No. 20 Tahun 1997
Instansi Pemerintah yang ditunjuk untuk menagih dan atau memungut PNBP wajib menyampaikan target (rencana) PNBP secara tertulis kepada Menteri Keuangan.
Pasal 2 ayat 1 Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2004
Pejabat Instansi pemerintah wajib melaksanakan penyusunan target (rencana) PNBP dalam lingkungan instansi pemerintah yang bersangkutan.
PENYUSUNAN TARGET PNBP
Target atau Rencana PNBP merupakan hasil penghitungan atau penetapan Penerimaan Negara Bukan Pajak, yang diperkirakan akan diterima dalam 1 (satu) tahun yang akan datang (1 Januari s.d. 31 Desember tahun yang akan datang).

STARTEGI PENINGKATAN PNBP
I. INTENSIFIKASI PNBP
• Menyempurnakan ketentuan perundangan pengelolaan PNBP.
• Melakukan sosialisasi kepada seluruh stakeholders agar PNBP dikelola sesuai peraturan perundangan yang berlaku
• Meminta K/L untuk menyetorkan seluruh PNBP ke Kas Negara
• Optimalisasi pemungutan PNBP antara lain dengan:
 mengoptimalkan penerimaan dari sektor migas melalui peningkatan produksi/lifting minyak mentah dan efisiensi dalam cost recovery
 meningkatkan produksi komoditas tambang dan mineral serta perbaikan peraturan di sektor pertambangan;
 menggali potensi penerimaan di sektor kehutanan dengan tetap mempertimbangkan program kelestarian lingkungan hidup;
 mengoptimalkan deviden BUMN dengan tetap mempertimbangkan peningkatan efisiensi dan kinerja BUMN melalui optimalisasi investasi (capital expenditure);
• Meningkatkan peran BPKP dalam Pemeriksaan di bidang PNBP
• Percepatan penyelesaian PP tentang jenis dan tarip PNBP yang berlaku pada kementerian Negara/Lembaga
• Penyederhaan prosedur pelayanan PNBP oleh KL mis penerapan one stop service
II. EKSTENSIFIKASI PNBP
• Meminta K/L yang belum mempunyai PP untuk segera mengusulkan PP PNBP kepada Menteri Keuangan.
• Meminta K/L yang sudah mempunyai PP untuk menginventarisir kembali seluruh potensi jenis PNBP dan menempatkannya dalam Peraturan Pemerintah (Hal ini telah dilakukan oleh Menteri Keuangan melalui surat nomor S-305/MK.02/2008 tanggal 23 Juni 2008)
• Mengevaluasi besaran tarif PNBP yang sudah tidak wajar .

SATKER PK BLU
• Penatausahaan PNBP telah memasuki babak baru, yaitu dengan dikenal nya instansi pemerintah yang mengelola PNBP dengan cara Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PK-BLU) sesuai dengan pasal 68 dan 69 Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004.
• Pengaturan lebih lanjut mengenai BLU terdapat pada PP Nomor 23 tahun 2005 tentang Badan Layanan Umum.
• BLU adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.

Ada 3 (tiga) rumpun instansi pemerintah yang dapat melaksanakan PK BLU, yaitu yang menyelenggarakan layanan umum yang berhubungan dengan:
1. Penyedia barang dan/atau jasa layanan umum;
2. Pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan perekonomian masyarakat atau layanan umum; dan/atau
3. Pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau pelayanan kepada masyarakat.
Satker PK-BLU diberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat dalam mengelola sumber daya serta keuangannya untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
Satker yang menerapkan PK-BLU dapat :
1. Menggunakan langsung pendapatannya tanpa harus disetor terlebih ke Kas Negara;
2. Mengadakan perjanjian utang piutang;
3. Mengadakan kerjasama operasional dengan pihak lain;
4. Menggunakan surplus untuk tahun berikutnya, sedangkan bila defisit dapat dimintakan dari APBN;
5. Pegawai dapat dari PNS atau non PNS;
6. Remunerasi sesuai tanggung jawab dan profesionalitas.

2 komentar:

  1. Kalo menurut sifatnya tiket masuk museum termasuk pnbp umum atau fungsional?

    BalasHapus
  2. Kalo menurut sifatnya tiket masuk museum termasuk pnbp umum atau fungsional?

    BalasHapus